Burung Lokal Indonesia Sangat Mengkhawatirkan
Monday, July 16, 2012
Edit
Tahukah anda bahwa Negara kita Indonesia ini sangat banyak dan beragam dengan aneka burung di alam hutannya, dari mulai burung hias hingga burung berkicau.
Indonesia menjadi pemilik dari 1.594 jenis spesies burung dan menjadi   negara ke lima terbesar dunia dari 10.000 jenis satwa itu yang kini   berkembang biak. 
Manajer program konservasi Perhimpunan Burung Liar Indonesia atau   Burung Indonesia, Ria Saryanthi, di Bogor, mengatakan, Indonesia   telah menjadi satu negara “Mega Bird Diversity” dengan banyaknya populasi burung.
Hanya saja populasi yang banyak itu kini terancam punah akibat   rusaknya habitat mereka yang menjadi tempat berkembang biak dan mencari   makanan. 
Kini lima puluh persen jenis burung di dunia terancam punah   karena habitatnya terusik kegiatan manusia.
Dia mengatakan, kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia. Dari   seluruh jenis burung yang terancam punah, lebih dari setengahnya tinggal   di hutan sebagai habitat utamanya.
Namun begitu, keragaman burung di Indonesia juga   menghadapi ancaman. Pihaknya mencatat, 122 jenis terancam punah dan   masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). 
“Rinciannya, 18 jenis berstatus `kritis`, 31 jenis `genting`,   sementara 73 jenis tergolong `rentan`. Kondisi ini menempatkan Indonesia   sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah,” katanya.
Lebih lanjut ia menyebutkan, selain perburuan dan perdagangan,   penyebab utama terancam-punahnya berbagai jenis burung di Indonesia   adalah gangguan atau tekanan pada habitat.
“Kegiatan manusia mengubah lingkungan alami (hutan) menjadi lahan pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan hilangnya habitat burung,”
Ia mengatakan, jenis-jenis merpati hutan (Columba sp.), uncal (Macropygia sp.), delimukan (Chalcopaps sp. dan Gallicolumba sp. ), pergam (Ducula sp.), dan walik (Ptilinopus sp.) merupakan keluarga merpati yang memiliki ketergantungan sangat tinggi dengan habitat hutan.
“Tak mengherankan jika dari 122 jenis yang terancam punah, 12 jenis di antaranya juga merupakan suku Collumbidae,” katanya.
Meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami ini,   ujarnya, disebabkan bertambahnya jumlah penduduk serta kebijakan   ekonomi dan pembangunan.
Lebih lanjut ia mengatakan, timbulnya tekanan terhadap habitat alami juga erat kaitannya dengan kemiskinan, pemanfaatan sumber daya dan lahan hutan, serta pengembangan pertanian.
“Faktor-faktor ini yang mendorong terjadinya kerusakan habitat,   meningkatnya polusi, dan pemanfaatatan sumber daya alam secara   berlebihan,” katanya.
Untuk mencegahnya, kata Ria, prioritas konservasi perlu dilakukan   untuk mencegah semakin tingginya tekanan terhadap habitat. 
Pendekatan   melalui pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat dan kesepakatan   pelestarian dengan pemilik lahan bisa dilakukan.
“Pendekatan ini memberikan kesempatan yang lebih fleksibel bagi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan,” katanya.
Ia menambahkan, di sisi lain, pendekatan alternatif dapat memberikan   kontribusi besar terhadap pengurangan angka kemiskinan di sekitar   kawasan, yang sangat bergantung kepada sumber daya alam yang tersedia.
Sedangkan penguatan kapasitas masyarakat dapat dilakukan melalui   pembentukan Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan, yang merupakan gabungan   dari beberapa desa di sekitar kawasan konservasi.
“Kelompok masyarakat bersama pemerintah dapat bersama-sama menyusun   strategi pengelolaan berdasarkan kesepakatan antara para pemangku   kepentingan. Berbekal penguatan kapasitas masyarakat, diharapkan kawasan   prioritas dapat dikelola secara partisipatif dan berkelanjutan untuk   meningkatkan kehidupan masyarakat sekitar kawasan,” katanya.
Selain itu,  alternatif pengelolaan lain dapat dilakukan   dalam bentuk konsesi untuk restorasi ekosistem yang bertujuan   mengembalikan kondisi biotik dan abiotik sehingga tercapai keseimbangan   hayati.
Melalui restorasi ekosistem, hutan yang sebagian telah rusak dapat  diselamatkan dan dikembalikan sebagaimana kondisi aslinya.
“Restorasi ekosistem tidak hanya meningkatkan produktifitas hutan dan   pelestarian keragaman hayati, tetapi juga peningkatan nilai ekonomi   sumber daya hutan untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Ria.
Beliau mengatakan, rilis ini diterbitkan Burung Indonesia untuk   memperingati Hari Sejuta Pohon yang diperingati pada 10 Januari setiap   tahun.
Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap   Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia yang menjalin kemitraan   dengan Bird Life International, Inggris
(KR-LR/M027/A038)
(KR-LR/M027/A038)
Sumber: ANTARA   
Artikel di kutip dari ( http://indonesiaberprestasi.web.id )

